Breaking News
Loading...

Belajar dari Abbasiyah: Syiah Berkuasa Saat Muslim Sunni Melemah
Syiahindonesia.com - Kekhalifahan Islam Abbasiyah telah berkuasa sejak tahun 775 H, namun pada saat itu kelompok Syiah belum berkuasa. Hingga pada akhirnya, beberapa dekade kemudian Dinasti Abbasiyah mengalami fragmentasi, dan Syiah mengambil kesempatan.

“Semuanya (pada awalnya) masih Kekhalifahan Abbasiyah, tetapi daerah-daerah mulai menjadi pemerintahan otonom, desentralisasi,” jelas pakar sejarah Islam, Alwi Alatas, beberapa waktu lalu.

Setelah terjadi desentralisasi, daerah-daerah otonom Kekhalifahan Abbasiyah melakukan pola pewarisan kekuasaan melalui garis keturunan keluarga. Saat itu sekitar tahun 778-909 H, belum ada Syiah, baru pada tahun 909 H mulai muncul Syiah Fathimiyah yang saat itu masih kecil.

“Masih belum besar, tapi kemudian mereka melebar, makin kuat kekuasaannya. Bahkan nanti ada masa-masa Syiah Fathimiyah lebih besar dan lebih kuat dari Abbasiyah,” jelas penulis yang telah menulis 25 buku ini.

Beliau melanjutkan, Syiah menjadi lebih besar kekuasaannya, bukan semata-mata karena Syiahnya kuat. Akan tetapi, pada masa itu Sunni sedang mengalami kelemahan.

“Sebagaimana kita alami di masa kini,” lontarnya.

Pawa awal abad ke-11 H, tahun 999 H Syiah Fathimiyyah mencapai ke Mesir, mereka memindahkan pusat kekuasaan ke Kairo, yaitu pada paruh kedua abad ke-10. Mereka menguasai wilayah Afrika Utara, Mesir, sebagian Syam, dan Hijaz. Namun meski demikian, Syiah Fatimiyyah hanya kuat dalam politik dan militer.

“Syiah tidak sampai mengakar ke masyarakat, masyarakat Mesir dan ulama-ulamanya masih banyak yang Sunni. Berbeda dengan yang terjadi di Iran,” katanya.

Dia kembali menegaskan bahwa kuatnya Syiah pada masa itu dikarenakan kaum muslimin pada saat itu mengalami kelemahan. Hal ini juga persis dengan apa yang terjadi menjelang perang Salib, Muslim Sunni juga mengalami kelemahan.

“Bahkan tantangan Sunni dalam sejarah sama Syiah dulu, baru dengan Perang Salib, satu rangkaian sebenarnya,” ungkap Ustadz Alwi.

Lanjutnya, pada tahun 1058 terjadi pemberontakan al Basasiri di Baghdad. Ketika itu Turki Saljuk yang Sunni bermazhab Hanafi mulai masuk hingga ke Baghdad. Turki Saljuk sat itu diangkat oleh Khalifah Abbasiyah untuk menghadapi Fathimiyah karena memiliki militer yang kuat.

“Namun, karena baru awal-awal kekuasaan Turki Saljuk masih mundur maju dari Baghdad, Saljuk pernah mundur ke wilayah Timur karena ada urusan di sana, mereka belum establish,” ujar pria yang tengah menempuh studi doktoral di IIUM Malaysia ini.

Kekuasaan Al-Basasiri yang dijatuhkan Saljuk di Baghdad, ternyata bekerjasama dengan Fathimiyah. Dinasti Fathimiyah memberikan dukungan senjata, nasehat militer, dan dukungan lainnya kepada Al-Basasiri.

Kelompok Al-Basasiri ketika itu berhasil menjatuhkan Baghdad, lalu menguasainya selama satu tahun. Bahkan, Khalifah Abbasiyah ditahan, tetapi tidak sampai dibunuh.

“Selama satu tahun Al-Basasiri menguasai Baghdad, Sunni ketika itu habis. Doa-doa di Baghdad diberikan kepada pengasa Fathimiyah di Mesir. Meski tidak total, masih ada Saljuk,” beber Ustadz Alwi.

Satu tahun kemudian, Turki Saljuk masuk Baghdad, Al-Basasiri ditumbangkan dan ditahan. Khalifah diangkat kembali, sementara wilayah Syam dan Hijaz direbut.

“Sehingga Fathimiyah hanya menguasai Mesir, bahkan ancaman Saljuk hingga ke wilayah utara. Mengancam Kristen Byzantium,” ujarnya.

Turki Saljuk sendiri ketika itu yang menonjol adalah wazirnya, Nizamul Mulk seorang Sunni berasal dari Persia. Nizamul Mulk merupakan wazirnya Tugril Bek, Aid Arsalan, dan Malik Syah.

“Nizamul Mulk pada saat itu adalah salah satu tokoh Sunni Revival selain Imam Ghazali. dari ulamanya adalah Imam Ghazali dari Umaronya Nizamul Mulk,” imbuhnya.

Sumbangan terbesar Nizamul Mulk adalah madrasah Nizhamiyah. Dia yang banyak menundang ulama-ulama besar untuk mengajar di Nizhamiyah.

“Kemudian, pada tahun 1092 Nizamul Mulk dibunuh oleh Assasins. Satu bulan kemudian Sultan Malik Syah meninggal dunia., Turki Saljuk pecah. Singkat ceritanya begitu,” ungkapnya.

Setelah Turki Saljuk Pecah mulailah dunia Islam memasuki masa perang Salib. Meski Saljuk pecah, proyek Sunni Revival juga tidak berhenti, pemikiran Imam Ghazali dan madrasah-madrasah terus dihidupkan oleh Saljuk.

“Bukan madrasah Nizhamiyah saja, bahkan para amir berlomba-lomba membuat madrasah sampai nanti pada zamannya Shalahuddin Al Ayubi,” tegas Ustadz Alwi. (kiblat.net)

************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: