Breaking News
Loading...

Kisah Hizbulloh Lengkap (Bag. 5)
Invasi Israel dan Sikap Syi’ah

Syiahindonesia.com - Akan tetapi pada tahun 1982 M, tepatnya tanggal 6 Juni tahun itu, terjadilah peristiwa yang mengacaukan semua skenario mereka. Mereka semua dikejutkan oleh invasi Zionis Israel atas seluruh Lebanon Selatan, bahkan Israel sempat mengepung Beirut demi mengusir Yasir Arafat beserta segenap pemimpin Fatah dan milisi-milisi Palestina agar keluar dari selatan Lebanon. Jelaslah bahwa kesepakatan antara militer Israel dan pihak Nasrani Maranis telah terjadi dalam rangka mengusir orang-orang Palestina yang menjadi suatu kekuatan kompresif dalam masyarakat Lebanon. Terjadilah berbagai pembataian warga Palestina, yang paling besar di antaranya adalah Pembantaian Shabra dan Shatila, yang menewaskan tiga ribu orang Palestina, dan Zionis Israel –atas bantuan Nashrani Maranis- pun berhasil mengusir orang-orang Palestina dari selatan Lebanon dan Beirut.

Peristiwa ini pada awalnya sesuai dengan harapan Syi’ah,sebab mereka sejak dahulu menuntut agar orang-orang Palestina dikeluarkan dari selatan Lebanon, sebagai langkah awal pendirian negara mereka di sana. Akan tetapi pihak Zionis tidak lantas kembali ke markas mereka setelah mengusir orang-orang Palestina, namun tetap bercokol di Lebanon dan melakukan pendudukan militer atas seluruh wilayah selatan.

Kejadian ini menghancurkan harapan-harapan kaum Syi’ah untuk mendirikan negara mereka, mengingat bahwa mereka saat itu masih terpecah menjadi kelompok sekuler dan konservatif. Yang pada akhirnya kelompok konservatif memutuskan untuk memisahkan diri dari Harakah AMAL, dan melanjutkan kontak mereka dengan para pemimpin di Iran untuk mendapat dukungan mereka. Mereka lantas membentuk sebuah lembaga yang terdiri dari 9 orang untuk berangkat ke Teheran dan berjumpa dengan Al Khumaini. Mereka menyatakan keimanan mereka terhadap ajaran wilayatul faqih, yang konsekuensinya mengimani kekuasaan l Khumaini sebagai ‘faqih’ yang dimaksud, yang akan mengurus masalah kaum Syi’ah di Lebanon. Al Khumaini menyetujui lembaga tersebut dan mereka kembali lagi ke Lebanon demi memisahkan diri secara total dengan Harakah AMAL, dan membentuk harakah baru yang dikenal saat itu dengan nama Harakah AMAL Al Islamiyyah, dibawah kepemimpinan Abbas Al Musawi.

Iran memiliki campur tangan kuat dalam berdirinya harakah baru ini. Bahkan Iran sempat mengirim 1500 tentara revolusinya ke Suriah, lalu dari Suriah ke lembah Bikkaa di Lebanon. Mereka semua dikirim untuk melatih kemiliteran Harakah AMAL Al Islamiyyah,memberi bantuan finansial dan militer yang cukup kepada mereka. Dengan demikian, harakah yang baru ini mendapat dukungan dari dua negara besar di kawasan tersebut, yaitu Iran dan Suriah, dan di saat yang sama Suriah tetap mendukung Harakah AMAL yang nasionalis.

Berdirinya Hizbullah dan Penguasaan atas wilayah selatan

Perang sipil di Lebanon masih berkecamuk, sementara kekuatan Harakah AMAL Al Islamiyyah semakin bertambah hingga Abbas Al Musawi mengumumkan berdirinya Hizbullah pada bulan Februari tahun 1985 M sebagai ganti dari Harakah AMAL Al Islamiyyah. Tiga bulan kemudian, tepatnya bulan Mei 1985 M, Harakah AMAL yang dipimpin oleh Nabieh Barrie melakukan pembantaian terhadap warga Palestina yang menewaskan ratusan orang, dalam rangka pembersihan etnis Palestina yang masih ada di selatan Lebanon dan Bikkaa. Dari situ, mulai terjadi perselisihan di antara harakah AMAL dan Hizbullah, yang berakhir dengan perang besar di antara keduanya. Hizbullah berhasil menumpas Harakah AMAL tahun 1988 M. Hasilnya, 90% anggota Harakah AMAL beralih ke Hizbullah dibawah kendali Iran, sesuai dengan aturan wilayatul faqih dan didukung penuh oleh kekuatan Suriah. Bersamaan dengan itu, Harakah AMAL keluar dari sayap militer, dan hanya menjadi gerakan politik saja.

Meskipunwilayah tersebut telah dikuasai oleh Hizbullah, hanya saja ia mendapati bahwa markaz kekuatan pusatnya –yang berada di selatan Lebanon- masih dikuasai oleh Yahudi. Inilah yang mendorong Hizbullah untuk menguasai sebagian wilayah di Beirut, agar memiliki markaz sebagai titik tolak setiap gerakan. Hizbullah tidak bergerak ke Beirut timur tempat komunitas Nashrani, akan tetapi ke Beirut barat, terutama bagian selatannya. Hizbullah mulai menduduki tempat-tempat tersebut dengan kekuatan senjata, dan seluruh tempat itu adalah kantong-kantong Ahlisunnah.

Hizbullah kadang membangun fasilitas-fasilitasnya di tempat umum, dan kadang di tanah milik Ahlussunnah, akan tetapi Pemerintah Lebanon hanya berpangku tangan melihat itu semua, sampai wilayah selatan Beirut menjadi Syi’ah tulen, dan dikuasai sepenuhnya oleh Hizbullah.

Pada tahun 1989 M, Al Khumaini meninggal dunia dan menyerahkan jabatan pimpinan revolusinya kepada Ali Al Khamanei. Kondisi Hizbullah sendiri tidak mengalami perubahan, sebab ia masih terikat dengan aturan wilayatul faqih yang baru yang dipegang oleh Ali Khamanei. Pada tahun yang sama, pihak-pihak yang bertikai di Lebanon atas perantara Saudi bertemu di Thaif, untuk membikin kesepakatan dalam rangka menghentikan perang saudara di Lebanon. Di tahun yang sama pula, terjadi pembunuhan terhadap tokoh Sunni terbesar di Lebanon, yaitu Syaikh Hasan Khalid rahimahullah, selaku mufti Lebanon dari kalangan Sunni sejak tahun 1966 M. Ini dimaksudkan agar Ahlisunnahkehilangan kepemimpinan mereka, dan di waktu yang sama, Hizbullah muncul sebagai simbol Islam di Lebanon.


Perang Melawan Yahudi dan Berubah Sikap Terhadap Ahlussunnah

Hizbullah mulai mempersiapkan rencana untuk menggempur Yahudi demi membebaskan wilayah-wilayah mereka dan merencanakan sebagai tempat berdirinya negara Syi’ah. Demi tercapainya tujuan tersebut, kucuran dana pun mengalir deras dari Iran, di samping dari Suriah. Israel pun mengalami kekhawatiran hingga mereka melakukan pembunuhan terhadap Abbas Al Musawi yang menjadi Sekjen Hizbullah pada tahun 1992 M. Jabatan Sekjen akhirnya diambil alih oleh Hasan Nashrullah.

Di tahun yang sama, muncullah tokoh Sunni baru, dan Ahlisunnah Lebanon pun mulai berkumpul di sekitarnya. Dialah Rafiq Al Hariri yang menjabat sebagai PM Lebanon tahun 1992 hingga 1996 M. Ia mulai membangun kembali Lebanon, dan mendapat dukungan penuh dari banyak warga Lebanon.

Pada tahun 1996 M, Zionis Israel melakukan agresi brutal atas Lebanon, yang dikenal dengan operasi ‘Grapes of Wrath’. Sejak itu, jiwa patriotisme warga Lebanon mulai berkobar untuk melepaskan diri dari penjajahan Israel. Hizbullah mengumumkan pembentukan pasukan-pasukan Lebanon untuk melawan musuh Zionis. Pasukan tersebut adalah gabungan dari berbagai kelompok Lebanon yang bermacam-macam, akan tetapi mayoritas anggotanya dari Ahlisunnahyang mencapai 38%, Syi’ah 25%, Druz 20% dan Nashrani 17%.

Serangan-serangan pasukan Lebanon mengakibatkan ditarik mundurnya pasukan Zionis dari sebagian besar wilayah selatan Lebanon pada tahun 2000, kecuali daerah pertanian Shebaa. Hizbullah akhirnya menduduki seluruh wilayah tersebut, dan menolak keinginan Tentara Nasional Lebanon untuk menyebarkan pasukannya di wilayah tersebut. Bahkan Hizbullah mulai merampas fasilitas-fasilitas milik Ahlisunnahdi wilayah selatan dan di pegunungan Lebanon. Tidak sampai di situ, Hizbullah juga berani mengganggu sejumlah masjid, seperti Masjid Nabi Yunus, dan tanah-tanah wakaf milik masjid tersebut yang terdapat di daerah Al Jeyah.


Rafiq Al Hariri dan Gerakan Syi’ah

Di tahun yang sama yaitu ditahun keluarnya Yahudi dari Lebanon, Rafiq Al Hariri diangkat kembali menjadi PM Lebanon. Kesempatan ini digunakan olehnya untuk menampakkan jati diri dan keluarganya, dan menjadi simbol Sunni cukup dikenal yang menjadi pesaing terkuat sesungguhnya bagi gerakan Syi’ah di Lebanon.

Kekuatan Hizbullah terus bertambah, dan ia masih mencari kesempatan untuk mendirikan negara Syi’ah yang didukung oleh Iran dan Suriah. Akan tetapi terangkatnya pamor Rafiq Al Hariri menjadi masalahbesar bagi gerakan Syiah di Lebanon.

Pada tahun 2004 M, Al Hariri mengundurkan diri dari jabatan PM akibat perselisihan antara dia dengan orang-orang Suriah yang jumlahnya cukup banyak di tubuh tentara Lebanon. Kemudian terjadilah peristiwa berdarah yang sangat mengejutkan, tepatnya pada 14 Februari 2005 M dengan terbunuhnya Rafiq Al Hariri ketika berada dalam kendaraannya di Beirut, di tengah tersebarnya berbagai agen intelijen internasional yang beroperasi di Lebanon, seperti CIA, Perancis, Suriah, Iran dan Lebanon sendiri. Dengan demikian, AhlisunnahLebanon kembali kehilangan salah satu tokoh kharismatik mereka.

Pasca terbunuhnya Rafiq Al Hariri Lebanon guncang, sementara tuduhan internasional mengarah kepada Suriah.Dari situ masyarakat internasional menuntut agar Suriah menarik diri dari Lebanon. Maka Hizbullah melakukan demonstrasi besar-besaran pada 8 Maret 2005 demi mempertahankan keberadaan Suriah di Lebanon. Hal ini mendapat respon balik dari Gerakan Al Mustaqbal, yang merupakan gerakan keluarga Al Hariri di bawah pimpinan Sa’ad Al Hariri. Ia mendapat dukungan dari Democratic Gathering Bloc pimpinan seorang Druz yaitu Walid Jumblat, dan Hizbul Quwwah Al Lubnaniyyah yang mewakili kaum Maronis pimpinan Sameer Ja’ja’. Ketiganya melakukan demonstrasi besar pada tanggal 14 Maret 2005 dengan tuntutan keluarnya Suriah dari Lebanon. Sebab itulah demonstrasi tersebut disebut demonstrasi 14 Maret, dan berhasil mengeluarkan Suriah dari Lebanon di bulan yang sama. (nisyi/syiahindonesia.com)

Sumber: As-Syiah Nidhol am Dholal oleh DR. Raghib As Sirjani.



************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: